Sabtu, 13 Februari 2010

Satu Mata Demi Kesempurnaan Anak


Pernahkah kamu mendengar sebuah kisah dari Timur Tengah yang berjudul “Si Mata Satu”? Kisah pengorbanan besar seorang ibu demi anaknya yang begitu ikhlas.

Kisah ini dimulai dari seorang anak yang diasuh dengan penuh kasih sayang oleh ibunya, tidak pernah merasa lelah menimang anaknya sambil melantunkan puji-pujian kepada Sang Pencipta agar anaknya kelak menjadi anak yang sukses. Hari demi hari sang anak terus bertambah besar hingga suatu ketika terjadi kecelakaan yang menimpa anaknya, kecelakaan itu telah merenggut salah satu bola matanya. Sang ibu yang menyayanginya sangat sedih melihat anaknya terbaring lemah dengan balutan perban disalah satu mata anaknya.

Tanpa berpikir panjang sang ibu pun menawarkan untuk menjadi donor mata. Kini Mata sang ibu berpindah ke mata anaknya yang ia sayangi. Hari demi hari sang anak terus bertambah besar hingga anak tersebut bersekolah kasih sayang ibunya masih terus menemani sang anak, agar anaknya dapat tumbuh dengan sehat sang ibu setiap hari mangantar makanan untuk anaknya. Sampai suatu ketika anaknya sudah menginjak perguruan tinggi, timbul penyakit sombong di dalam hati anaknya.

Dengan sombongnya anak tersebut menghardik ibunya yang telah mengasuhnya dengan tulus ikhlas. “Ibu besok jangan mengantar makanan lagi ya, saya malu kalau dilihat teman-teman, punya ibu bermata satu”. Seperti disambar petir, sang ibu terjatuh karena sedihnya.

Keesokan harinya sang ibu pergi meninggalkan anaknya. Sang anak tidak merasa terbebani dan kehilangan dengan kepergian ibunya. Tapi hal itu ia baru rasakan ketika ia akan wisuda dimana mahasiswa lain datang dengan orang tuanya khususnya ibu. Mulailah ia mencari keberadaan ibunya ke kerabat di sekitar rumah.

Namun ia tidak mendapati keberadaan ibunya, yang ia dapati hanya sepucuk surat dari kerabatnya yang berisikan,

“Nak, Ibu sepertinya tidak lagi berguna bagi nanda, maka lebih baik ibu pergi saja. Nak, ibu sudah sangat bangga dan jelas melihat bagaimana nanda berjuang sampai nanda menjadi orang yang hebat dengan bola mata ibu yang ibu tranplantasikan kepada nanda kecil, semoga bola mata ibu menjadi bekal terakhir yang dapat ibu berikan kepada nanda. Nanda, jika membaca surat ini, kemungkinan ibu tidak ada di dunia ini, dari ibu yang menyayangimu.

Betapa terkejutnya ia membaca surat dari ibunya, ia hanya bisa menangis dan berdoa semoga ibunya memaafkan segala kesalahannya.

Dari cerita di atas dapat kita ambil banyak pesan moral. Betapa besarnya pengorbanan seorang ibu, ibu dapat mengorbankan apa saja demi kesempurnaan, kebahagiaan, dan masa depan anaknya. Mengorbankan jiwa, tenaga, waktunya agar anaknya dapat tumbuh dengan baiknya. Tidak lupa selalu memanjatkan doa untuk anaknya kepada Sang Pencipta agar anaknya mendapat kesuksesan kelak, doanya takkan berhenti walaupun sang anak mulai melawan dan berkata kurang sopan. Benarlah peribahasa seperti susu di balas dengan air tuba jika sang anak menganggap kesuksesan yang diraihnya hanyalah dari usahanya sendiri.

Maka sebaiknya mulailah kita membuka hati agar kita selalu dapat melihat dan merenungkan semua yang telah ibu korbankan untuk kita. Mendekatlah dengan ibu, luangkanlah waktu untuk bersamanya dan nikmatilah segala bentuk perhatiannya kepada kita, karena kita tidak akan mengalami dan mendapatkannya lagi jika ibu telah tiada. Dengan hal itu rasa cinta dan sayang kepada ibu akan semakin terasa, cinta dan sayang yang semakin terasa akan timbul rasa bakti kita,tetapkanlah rasa bakti itu tidak hanya sewaktu hidupnya ibu, tetapi teruskanlah rasa bakti itu ketika ibu telah tiada. Jadikanlah rasa bakti kita itu berbuah senyuman, kesejukkan hati, kebanggaan, bahkan kebahagiaan dunia dan jika Sang Pencipta berkehendak kebahagiaan akhirat untuk ibu kita. Berbakti bukanlah mimpi, dapat diwujudkan dilakukan oleh siapa saja. Tapi menjadi berbakti atau durhaka itu pilihan, mana yang akan kita pilih???

0 komentar:

Posting Komentar